Persoalan korupsi saat ini sudah bukan hal baru lagi di tengah kehidupan masyarakat Indonesia. Dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20
Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, dinyatakan bahwa korupsi tidak hanya merugikan keuangan negara, tetapi juga merupakan pelanggaran terhadap hak-hak sosial dan ekonomi. Oleh karena itu, tindak pidana korupsi
digolongkan sebagai kejahatan yang pemberantasannya harus dilakukan secara luar biasa.
Korupsi di Indonesia sudah semakin meluas, tidak hanya terjadi di kalangan penyelenggara pemerintahan, pejabat publik dan wakil rakyat saja tetapi sudah menyebar ke masyarakat bawah. Bahkan, korupsi di kalangan pemerintahan telah tumbuh secara vertikal dan horisontal ke daerah-daerah.
Salah satu akar penyebab berkembangnya praktik korupsi diduga berasal dari rendahnya integritas para pelakunya dan masih kentalnya budaya permisif terhadap tindakan korupsi. Masalah budaya inilah yang menyebabkan pemberantasan terhadap korupsi selalu tidak pernah tuntas.
Dalam rangka untuk upaya percepatan sinergi anti korupsi, pemerintah telah mengeluarkan Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2018 tentang strategi Nasional Pencegahan Korupsi (Perpres Stranas PK 2018). Perpres Stranas PK 2018 merupakan arah kebijakan nasional yang memuat fokus dan sasaran pencegahan korupsi yang digunakan sebagai acuan kementerian, lembaga, pemerintah daerah, dan pemangku kepentingan lainnya dalam melaksanakan pencegahan korupsi di Indonesia. Selain itu, dalam Peraturan Presiden Nomor
59 Tahun 2017 tentang pelaksanaan pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan, korupsi menjadi salah satu tujuan global, di mana sasaran globalnya adalah secara substansial mengurangi korupsi dan penyuapan dalam segala bentuknya. Bahkan dalam RPJMN 2020-2024, dinyatakan bahwa sasaran
nasional yang ingin diwujudkan adalah meningkatnya Indeks Perilaku Anti Korupsi (IPAK) menjadi 4,14 pada tahun 2024 (Lampiran Rancangan Teknokratik RPJMN 2020-2024)).
Sehubungan dengan hal tersebut, Badan Pusat Statistik (BPS) mengukur Indeks Perilaku Anti Korupsi melalui Survei Perilaku Anti Korupsi (SPAK).
SPAK mengukur pendapat dan pengalaman masyarakat terhadap perilaku korupsi, serta sosialisasi tentang anti korupsi.